Uncategorized

Tes Keperawanan: Bentuk Diskriminasi pada Perempuan

keperawanan1

 

 

 

 

 

 

 

 

Tahu gak sih Sobat Remaja, kalau beberapa tahun terakhir ini, wacana mengenai tes keperawanan sudah beberapa kali muncul. Dari tahun 2007 hingga awal 2015, sudah ada 4 daerah yang mengusulkan tes keperawanan pada siswi untuk masuk dalam Perda, yakni Indramayu (2007), Jambi (2010), Prabumulih (2013), dan Jember (2015). Namun, hingga saat ini, tidak ada satu pun yang akhirnya menjadi Perda. Karena wacana mengenai tes keperawanan selalu menjadi kontroversi.

Pendukung wacana ini berpendapat bahwa dengan adanya tes keperawanan sebagai syarat masuk atau lulus sekolah, para siswi yang ingin melakukan hubungan seksual berisiko akan berpikir 2 kali. Tapi bisakah tes keperawanan menjadi tolok ukur moralitas? Lalu, apakah seorang perempuan yang gagal dalam tes itu disebut tidak bemoral?

Saat Keperawanan Distandardisasi

keperawanan2

Dalam masyarakat, ada kerancuan mengenai definisi perawan. Umumnya, perempuan yang disebut perawan adalah yang belum pernah berhubungan seksual dengan pria. Tapi jika definisi ini yang dipakai, bagaimana tes keperawanan bisa dilakukan? Selain pengakuan dari subjek, kita tidak akan tahu apakah dia sudah pernah melakukan hubungan seksual atau belum.

Mengapa? Karena keperawanan tidak bisa diukur dengan melihat selaput dara. Ya, fakta ini berbeda dengan mitos yang ada, yang mengatakan bahwa selaput dara yang telah robek, mengindikasikan perempuan itu tidak lagi perawan. Sebab banyak alasan mengapa selaput dara bisa robek. Misalnya karena masturbasi  atau organ kelamin pernah terbentur, baik karena jatuh atau kecelakaan.

Selain itu, faktanya, organ kelamin tidak persis sama antara satu orang dengan yang lain. Dalam hal ini, selaput dara juga begitu. Ada perempuan yang dilahirkan dengan selaput dara yang elastis sehingga meski dia pernah melakukan hubungan seksual, selaput daranya tidak robek. Tapi ada pula perempuan dengan selaput dara yang kaku sehingga mudah robek. Lagipula saat ini sudah ada teknologi yang dapat membuat selaput dara kembali menjadi “perawan”. Jadi semakin tidak ada korelasi bukan antara keperawanan dan selaput dara?

Dan bagaimana dengan perempuan yang pernah mengalami kekerasan di masa lalu? Di mana seperti kebanyakan korban kekerasan seksual lainnya, dia tidak pernah memberitahukannya pada orang lain, baik karena tidak tahu bahwa dia telah menjadi korban ataupun karena malu, merasa kotor, dan takut disalahkan oleh masyarakat dengan dianggap tidak bermoral dan telah menggoda pelaku. Apa dia juga harus melakukan tes keperawanan?

Tes Keperawanan: Bentuk Diskriminasi pada Perempuan

keperawanan3

Semua orang mempunyai hak asasi yang melekat di tubuh sejak lahir sampai mati. Hak kepemilikan dan tanggung jawab atas tubuh sendiri juga merupakan HAM. Jika tes keperawanan dilakukan, bukankah itu artinya telah melanggar hak perempuan atas tubuhnya? Dengan memaksa seorang perempuan untuk memperlihatkan organ kelaminnya pada orang lain, itu tidak bisa dibenarkan. Karena perempuan selalu punya hak atas tubuhnya sendiri. Dan tidak ada yang boleh melanggar hak itu.

Selain itu, jika tes keperawanan tetap dilakukan, dan ada siswi yang gagal, maka imbasnya akan sangat besar. Pertama, tes ini akan melanggar hak siswi untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena jika gagal dalam tes, maka dia hampir dipastikan akan keluar dari sekolah, baik karena dikeluarkan maupun karena didera rasa malu. Kedua, meski disebutkan bahwa hasil tes akan dirahasiakan, tapi selalu ada kemungkinan hasil itu akan bocor sehingga banyak orang akan menganggap siswi itu tidak bermoral. Stigma negatif seperti itu juga akan berujung pada tindakan diskriminatif di masa depan.

keperawanan4

Daripada membuat aturan untuk melakukan tes keperawanan atau keperjakaan yang mustahil dilakukan, akan lebih mudah untuk memberikan pendidikan seksualitas yang komprehensif dan ramah remaja pada siswa dan siswi. Dengan membuat mereka memahami Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang dimiliki beserta isu terkait seksualitas, akan membuat mereka juga paham tentang hubungan seksual yang berisiko. Sehingga tujuan awal yang ingin dicapai dengan melakukan tes keperawanan, akan terwujud dengan cara yang lebih anggun dan tidak diskriminatif.

Nah buat Sobat Remaja lainnya, yang mau bertanya, diskusi, dan sharing lebih lanjut lagi, bisa langsung saja menghubungi kita di Facebook/Twitter kita di SeBAYA PKBI Jatim,atau bisa juga lewat Hotline Konseling kita di 085606060466.

 

Ditulis Oleh : Fatimah ( Team Riset/Advokasi, SeBAYA PKBI Jatim)

 

Referensi

  1. http://www.dw.de/mengapa-tes-keperawanan-adalah-penghinaan-martabat/a-17038175
  2. http://britabagus.com/kontroversi-tes-keperawan-di-indonesia/
  3. http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-mengetes-keperawanan.html
  4. http://www.rtv.co.id/read/news/115/ayu-utami-tes-keperawanan-calon-polwan-tak-adil
  5. http://batampos.co.id/28-08-2013/tes-keperawanan-dari-sudut-perlindungan-korban/

 

 

 

 

 

Leave a comment